cerpen : arti persahabatan

ARTI PERSAHABATAN

“Aku malas belajar”, pada suatu malam gumamnya. Aku menoleh ke arah smuasal suara. Sebut saja namanya Deby, Debyta Yusril dan aku Iif, Ifania Arda, Aku yakin dia hanya ngomong sekenanya. namun disitu hanya ada kami berdua, hari terus bergulir, kata katanya itu memang benar, aku tak pernah lagi melihat keseriusannya dalam belajar sejak saat itu.
Kami sudah lama berteman, Awalnya kami saling acuh, namun rutinitas, acara dan kami satu kelas, membuat kami dekat, Deby baik, Ia anak dari pengusaha kaya di kota ini, meskipun kami berbeda, namun kami saling mengerti dan menghargai. Ini adalah tahun kedua aku bersekolah, Semuanya berubah, keluargaku mengalami musibah, tak bisa dielakkan, api telah membakar rumahku, harta bendaku dan yang penting adalah hatiku, aku merasa hatiku panas,mengapa ujian yang sedemikian berat yang harus aku dan keluargaku tanggung? Satu minggu sudah pasca kebakaran,mama menjengukku, mama menceritakan semuanya, ia tidak menangis,namun aku menangkap air mata itu jatuh saat aku pergi dari bapenta, aku tau itu, mama selalu begitu, mengajariku untuk selalu tegar, meskipun aku tau ada kesedihan yang ia sembunyikan.mama memberiku selembar uang nominal 50 ribu, dengan lirih ia berkata,  hanya ini yang bisa mama kasih bulan ini, Mama pulang,kehangatan pelukannya masih kurasakan.aku hanya bisa berdo’a semoga keluarga kecil kami dalam ketegaran.
                                                ***                                                                                                                       
        Aku lebih sering diam, entah aku merasa ini lebih nyaman, namun nyatanya ini jadi banyak pertanyaan orang.Aku bersyukur disini banyak yang memperhatikan, entah sadar atau tidak, dan dengan cara bagaimanapun juga.
Malam itu seperti biasa kami belajar bersama, depan Indonesia 4 adalah tempat pafourit kami,karna disana angkatan kami akan berdoa sebelum dan sesudah belajar. Deby datang, ia turut bersedih atas apa yang kualami, aku hanya tersenyum membalasnya, aku menyembunyikan semua kesedihanku dalam dalam. Dan lebih senang menangis mengadu saat semua orang telah lelap dalam mimpi malam, dan aku benar benar mengeluarkan uneg unegku hanya padaNYA.
“belajar apa Deb?’ tanyaku ringan.
“males ni if...” serunya, melanjutkan.
‘Bentar lagikan ujian!!!, ayo loh Deb, biar kita naik kelas tiga bareng....”
Mukanya seketika berubah, aku mulai diam mencoba mencerna, takut takut ada yang salah dengan apa yang ku ucapkan.
Kami melanjutkan belajar, namun tak kulihat raut kesungguhan dari mukanya, ia tak seperti biasanya.
“Deb ada masalah?” satu jam berselang aku menanyainya lagi.
Namun tetap saja, suaraku seperti tak dianggapnya. Kembali ku bolak balik lembar demi lembar buku nahwu, menghafal beberapa contoh dalam kana wa akhwatuha dan aku menoleh ke arah Debi, ia tetap dan masih sama, wajahnya masih tak menujukannya pada arah manapun, pandangannya kosong, aku semakin hawatir.
“if, kalau kamu ngerasain jadi aku, pasti kamu ngerti”
Aku menoleh cepat, ia menujukannya padaku.
“maksudmu?”dengan memasang wajah bingung aku menyudutkan pandanganku padanya, dan mendekatinya.
“Bunda, If.....Bunda cerita banyak kemarin pas aku telfon, Bang Hasan pergi dari rumah, Ayah gak ngizinin dia pergi ke Bali untuk Study Lukis, Ayah gak suka dengan hobinya,ia kabur, Ayah selalu begitu,memaksa kami menuruti kemauannya,dan hanya sibuk dengan pekerjaan dan proyek proyeknya, tanpa pernah berfikir anak anaknya memerlukan kehangatan keluarga,bunda juga sama, kantornya lebih ia utamakan, bunda bilang uang ini untuk kami, namun aku merasa aku tak butuh uang, aku lebih butuh kasih sayang dan perhatian mereka, mereka selalu salah menilai, mereka merasa dengan mereka memberikan kami segalanya kami akan bahagia,nyatanya hidupku hampa....nyatanya bang Hasan sekarang pergi......................” tetesan itu membasahi pipinya, tanpa iasadari
Aku hanyut dalam ceritanya......aku banyak belajar darinya.
“ sabar Deb...kita hanya bisa berdo’a, semua ini pasti sudah direncanakan Allah, kita hanya bisa meminta semoga kita dalam lindungan dan kekuatanNYA.”
Sambil memberikan tisu yang ku rogoh dari kantong bajuku.ia menoleh dan tertoreh sunggingan senyum di bibirnya.
“ udah sekarang belajar......!!!!” dengan senyumku ku coba mengebalikan kesemangatannya.
“Besok kamu mau belajar dimana?” tanyaku padanya.
“ aku mau belajar di samping musholla aja...” serunya padaku.
“kalau kamu?” ia balik bertanya.
“ ikut kamu ya”
dengan senyum ia memberikan pertanda penyetujuan,dan malam ini kebahagiaan telah kurasakan dari sosok teman.
                                                ***
Maghrib ini namaku terpanggil di pengumuman untuk mendatangi kantor administrasi dengan beberapa kawanku yang lain, aku tau ini untuk apa,namun aku tak bisa memaksa, keadaan keluargaku sekarang berbeda.dan aku hanya bisa berdo’a. 
        Tak ada yang berbeda malam ini, semua sibuk dengan buku masing masing,saat saat inilah yang aku rindukan setelah ku mengenal Gontor,hidup dan ikut dalam dinamika kehidupan serta rutinitas yang padat.Pondok ini telah mengajariku banyak hal,tidak hanya sekedar belajar seperti yang sudah aku rasakan disekolah dulu,yang haanya tau nilai bagus tanpa kegigihan, lulus ujian dengan contekan dan hal lain yang menjadi hal terlarang di Pondok ini.
Setelah do’a tadi aku bertemu Deby, kami berjalan menuju Musholla, tepat seperti apa yang sudah kami rencanakan malam lalu. Aku senang, Deby seperti sudah mengembalikan semangat barunya yang pernah memudar bahkan hilang, malam ini tak seperti malam  kemarin,aku mengerti benar bagaimana perasaannya, rasa kecewa yang sudah mencut terhadap figur yang seharusnya menuntunnya saat lengah, menyelimutinya saat hatinya dingin.ternyata lebih memikirkan materil untuknya. Dan sekarang diam diam kegundahan menelisik hati kecilku, ada hal yang membuatku gusar, setelah tadi ba’da maghrib aku dipanggil ke kantor administrasi karna belum melunasi SPP, namun aku berusaha keras menyembunyikannya.
Kami memulai belajar, tak ada canda, atau obrolan, masing masing sibuk dengan buku English Lesson untuk ujian besok,kebetulan aku ujian setelahnya, nomer absenku memang urutan dibawahnya,sesekali kami berdiskusi, saling menebaki Vocabularies, dan mengakhiri dengan sholat tahajud bersama, saat semua sudah rehat dari tempat tempat belajar dan berpindah di kasur kamar yang menjanjikan kenyamanan. Diakhir do’aku aku berharap kami akan tetap seperti ini sampai dunia yang benar benar memisahkan kami.
                                                ***
        Pagi ini baru saja bel ku dengar, jarum jamku mengarah ke angka 7, aku sudah siap dengan seragam dan buku ditangan, aku merogoh kantong, memastikan semua sudah siap, kartu hafalan juz amma sudah ditangan, satu yang kurang, kartu spp,aku menunduk mengingat kedatangan mama minggu kemarin hanya memberi ku selembar uang Rp 50.000 dan itu sudah ku gunakan untuk membayar uang pramuka, aku tau mama belum punya rizki yang cukup untuk membayar spp bulan ini.aku tetap optimis, mungkin ada keringanan meski ku tau hanya sedikit kemungkinan, karna kemarinpun aku sudah dipanggil ustadzah ADM dan diperingatkan. Deby datang, kami berangkat bersama, karna kami satu elompok ujian.
Beberapa kali bel telah dibunyikan, aku memang mendapat nomer urut sebelum akhir, jadi ku gunakan waktu sebelumny untuk belajar di tempat ujian, sekarang Deby masuk, entah mengapa aku dipanggil, adahal ini bukan waktuku, bahkan Deby masih didalam, ustadzah memastikanku sudah membayar spp atau belum,dan akhirnya ujianku ditangguhkan, entah ada rasa sakit yang diam diam menyelinap di hatiku, seakan menusuk perlahan, tenggorokanku terasa kering, dan air itu menggenang diantara ketup mataku. Aku mencoba menyembunyikan, aku tau ini akan terjadi, tapi mengapa rasanya jauh menyakitkan dan tak pernah ku bayangkan? Aku dipersilahkan pulang, aku boleh mengikuti ujian setelah sppku terlunasi,Ya ALLAH.........seakan aku ingin menjerit kencang......sekencang kencangnya.
Aku pulang,Deby masih didalam, sekarang ia tau mengapa aku terlihat gelisah semalam.
Deby pulang,matanya sembab,sudah tak ada air mata namun masih terdengar sesenggukan, aku menghampirinya, menanyakan keadaannya, apa yng terjadi di dalam sana?apa ia tidk bisa menjawab? Pikiranku melayang membayangkan banyak kemungkinan.
ah sudahlah.....!!tukasku mengakhiri lamunan panjang.
                                        ***
Aku masih berfikir keras, bagaimanapun aku harus mengataakan yang terjadi kepada mama, namun aku tau itu hanya akan membuat perasaan bersalah mama semakin menjadi, selepas ashar, aku masih menetap dimasjid,aku bimbang harus mengatakannya mulai dari mana, aku yakin mama sudah memikirkannya,namun karna memang uang belum ada,aku berdo’a lama,lama sekali tak seperti biasanya yang langsung pulang selepas membaca al Qur’an sore, aku ingin lebih banyak mengadu kepadaNYA, tentang apa yang menimpaku sekarang.
Malam ini aku belajar seperti biasanya, samping musholla kini benar benar menjadi tempat pafourit kami belajar,
” if.........” suara Deby memecah kesunyian,aku menoleh
“apa??’penuh tanya
“Oh gak papa...” seperti sedang berfikir ulang hendak bicara atau tidak.
Aku hanya terdiam menambah rasa penasaranku terhadapnya.
Bel berbunnyi, waktu istirahat ku gunakan untuk meneruskan belajar, walau ku tau bakery buka, tapi aku cukup menyadari,kantongku tidak sedang mencukupi.Deby juga izin kataanya ada yang mau dia urus, huft.....so penting gumamku dengan canda padanya.
Tinggal aku sendiri,tak selang berapa lama Reya datang, ia memberitahuku bahwa aku dipanggil ke ADM, aku jadi gelisah,katanya aku suruh membawa kartu SPP, benar dugaanku, aku pasrah.
Di ADM, ustadzah langsung mempersilahanku masuk,menanyakan kartuku, dan antah apa yang dilakukan
”Iif kamu besok boleh ikut ujian” jelas ustadzah ADM padaku.
“siapa yang bayar ustadzah?”tanyaku heran.
“sudah jangan dipikirkan, ada orang yang baik padamu,rajin rajin belajar ya nak”
“sipa ustadzah?”aku masih menanyakannya
“Deby....” jawab ustadzahnya singkat
Sebuah salam mengakhiriku keluar dari kantor ADM.
Entah apa yang kurasakan malam ini,rasa syukur bercampur haru yang teranduk jadi satu,aku kembali kesamping musholla, dan masih memikirkan Deby, orang baik yang telah membagi rizkinya kepadaku.
Deby datang, dengan senyumnya yang khas, reflek aku memeliknya,
“Makasih Deb...kamu emang baik”
“sudah seharusnya kita saling menolong,kamu udah banyak nolong aku if ” jawab Deby.
Inilah rasa persahabatan yang lama ku pertanyakan?
Yang sekarang ku temukan dari sosok Deby......

        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Culture Shock di Thailand

Culture Shock Pendidikan di Thailand

Sinopsis Film Blacklist (Thailand)