MENJADI TEMAN
Raut kami berbeda-beda saat ke luar dari ruang tes psikologi. Ia spontan memeluk saya seraya menanyakan
"Mana ide-idemu yi?"
"Mana tadi suara gagasanmu?"
Ia bertindak bukan sebagai lawan apalagi saingan, Ia bertindak sebagai teman. Ia tau persis apa yang saya alami di ruang tes, terlebih saat sesi pemecahan masalah, karena saya sendiri sedang punya masalah.
Saya hanya membalas pelukannya, membalas juga tepukan di punggungnya.
"Gpp tadi grogi" saya menutupi kekalutan saat itu.
Kami bahkan belum kenal begitu lama, rangkaian tes yang cukup panjang untuk kegiatan ini sudah cukup mengakrabkan kami, tak butuh pengakuan untuk saling meninggikan, saya akui kepintarannya, kepiawaiannya dalam berbicara dan bahasanyapun tertata. Tapi kami tetap memperjuangkan nama universitas yang nantinya kami bawa. Sesi pengumuman enam besar kami saling berbalas doa, semoga siapapun yang maju, dialah yang berhak untuk kami beri dukungan dan doa. Saya harus berhenti di tingkat itu dan ia masih melanjutkan cerita perjuangannya.
Sampai saat ini saya masih mengingatnya, betapa besar harapan dan kesadaran untuk saling membangun, memberi semangat, memberi dukungan bahkan ketika kami harus saling bertanding sekalipun. Tapi yang harus saya sadari ketika yang lain menyadari "IDE" merupakan kunci yang saya miliki, saya harus mensyukuri untuk tetap memberikan "IDE" sebagai kontribusi.
Komentar
Posting Komentar